Rabu, 24 Februari 2010

BUDAYA POLITIK

Menurut Almond dan Verba pembicaraan mengenai budaya atau kebudayaan politik persis sama dengan kebudayaan ekonomi dan kebudayaan religius (keagamaan). Perbedaan terletak pada objeknya, objek kebudayaan politik adalah sistem dan proses politik, objek kebudayaan ekonomi adalah sistem dan proses ekonomi, sedangkan objek kebudayaan religius adalah sistem dan proses religi.
Menyimak penjelasan di atas, tampaknya konsepsi budaya politik lebih sempit dan lebih terfokus daripada pengertian budaya secara antropologis, baik subjeknya yang hanya menekankan pada segi pikirian, perasaan dan sikap manusia atau yang oleh Almond dan Verba disebut orientasi, maupun objeknya yang berfokus pada sistem politik dan bagian-bagiannya serta proses politik. Almond dan Verba mengatakan di dalam objek yang berfokus pada sistem politik terdapat tiga komponen yang saling menunjang, yaitu komponen kognitif, afektif dan evaluatif. Sedangkan objek orientasi politik dapat digolongkan dalam beberapa objek. Pertama adalah sistem politik secara umum. Kedua adalah pribadi sebagai aktor politik. Ketiga bagian-bagian dari sistem politik yang dibedakan atas tiga golongan objek, yakni struktur khusus yang meliputi lembaga legislatif, eksekutif dan yudikatif; pemegang jabatan; dan proses input dan outut politik. Secara sederhana objek-objek politik ini dibagi atas empat objek, yakni sistem sebagai objek umum, objek-objek input, objek-objek output, dan pribadi sebagai objek.
Budaya politik suatu masyarakat berkembang dan dipengaruhi oleh nilai-nilai yang ada dalam masyarakat itu. Bahkan dapat dikatakan bahwa kehidupan bermasyarakat dipenuhi oleh interaksi antar orientasi dan antar nilai.
  • Tipe-tipe Budaya Politik
Tipe budaya politik suatu masyarakat atau bangsa akan dapat terlihat setelah terlebih dahulu dilakukan survei terhadap individu-individu anggota masyarakat atau bangsa itu. Jadi budaya politik dalam masyarakat atau bangsa dapat diketahui melalui tipe-tipe budaya politik yang ada. Dengan kata lain, melalui pengukuran terhadap sejumlah sampel atau responden dari masyarakat atau bangsa akan diketahui tipe-tipe budaya politik masyarakat atau bangsa itu.
Tipe-tipe budaya politik itu terlihat dari karakteristiknya, yaitu frekuensi (tingkat kognisi atau afeksi atau evaluasi terhadap objek-objek politik dari sejumlah sample atau anggota masyarakat) pada tiap-tiap sel sesuai dengan aspek dan objek politik yang ada. Berdasarkan frekuensi atau tingkat orientasi politik anggota masyarakat, dalam hal ini tingkat kognisi, afeksi, dan evaluasinya terhadap objek-objek politik.

Terdapat tiga tipe budaya politik, yaitu parokial, subjek, dan partisipan.
  1. Budaya politik parokial yang murni terdapat pada masyarakat yang memiliki sistem tradisional yang sederhana dengan tingkat spesialisaisi politik yang sangat minim. Contoh masyarakat yang memiliki budaya politik demikian adalah masyarakat suku-suku di Afrika atau komunitas-komunitas lokal yang otonom (kerajaan sentralistis) di Afrika atau di benua lain di dunia.
  2. Budaya politik subjek yang murni terdapat pada masyarakat yang tidak memiliki struktur yang didiferensiasikan. Orientasi subjek dalam sistem politik yang telah mengembangkan pranata-pranata demokrasi lebih bersifat afektif dan normatif dari pada kognitif. Contoh dari tipe orientasi ini adalah golongan bangsawan Perancis. Mereka sangat menyadari akan adanya institusi demokrasi, tetapi secara sederhana hal ini tidak memberi keabsahan pada mereka.
  3. Budaya politik partisipan adalah satu bentuk budaya yang anggota-anggota masyarakatnya cenderung memiliki orientasi yang nyata terhadap sistem secara keseluruhan, struktur dan proses politik serta administrative (objek-objek input dan output). Demikian pula anggota-anggota pemerintahan yang partisipatif secara menyenangkan atau sebaliknya diarahkan kepada berbagai objek politik yang serba ragam.
Kombinasi antara tipe-tipe budaya politik tersebut diatas dapat membentuk tipe-tipe budaya politik campuran. Secara konseptual ada tiga bentuk budaya politik campuran, yaitu:

1. Budaya subjek-parokial
Adalah tipe budaya politik yang sebagian besar penduduknya menolak tuntutan-tuntutan ekslusif (khusus) masyarakat kesukuan atau desa atau otoritas feodal dan telah mengembangkan kesetiaan terhadap sistem politik yang lebih kompleks dengan struktur-struktur pemerintahan pusat yang bersifat khusus. Bentuk budaya campuran ini merupakan peralihan atau perubahan dari pola budaya parokial (parokialisme lokal) menuju pola budaya subjek (pemerintahan yang sentralistis).
2. Budaya subjek-partisipan
Merupakan peralihan atau perubahan dari budaya subjek (pemerintahan yang sentralistis) menuju budaya partisipan (demokratis). Cara-cara yang berlangsung dalam proses peralihan dari budaya parokial menuju budaya subjek turut berpengaruh pada proses ini. Dalam proses peralihan ini, pusat kekuasaan parokial dan lokal turut mendukung pembangunan infrastruktur demokratis.
3. Budaya parokial-partisipan
Banyak terdapat pada negara-negara berkembang yang melaksanakan pembangunan politik. Di sejumlah negara ini pada umumnya budaya politik yang dominan adalah budaya parokial. Sedangkan norma-norma struktural yang diperkenalkan biasanya bersifat partisipan
Budaya Politik Indonesia
Indonesia merupakan negara yang majemuk dalam arti budaya dan geografisnya. Keanekaragaman itu sudah pasti membawa pengaruh yang besar pada budaya politik bangsa kita. Banyaknya budaya daerah yang hadir dalam sistem budaya di negeri ini, telah menimbulkan begitu banyak sub budaya politik Indonesia, yang masing-masing memiliki jarak yang berbeda dengan struktur politik yang ada.
Negara Indonesia berdasarkan prinsip Bhineka Tunggal Ika, sehingga semua bentuk sub budaya politik yang ada di tanah air adalah budaya politik Indonesia. Dengan sendirinya pernyataan ini mengandung arti bahwa apa yang disebut sebagai budaya politik nasional adalah kombinasi antara semua sub budaya politik.

Dalam proses pembentukan budaya politik Indonesia ini, terdapat beberapa unsur yang berpengaruh, yakni:
1. Unsur sub budaya politik yang berbentuk budaya politik asal
2. Unsur sub budaya politik yang berasal dari luar lingkungan tempat budaya politik asal itu berada.
3. Budaya politik nasional
Menurut Nazarudin Syamsudin budaya politik Indonesia adalah Bhineka Tunggal Ika, karena simbol ini sudah dikenal oleh bangsa Indonesia. Sedangkan menurut Moerdiono budaya politik Indonesia adalah Demokrasi Pancasila. Karena Pancasila merupakan pandangan hidup dan dasar negara bangsa Indonesia.
Namun sesunguhnya budaya politik Indonesia belum terbentuk dengan mapan karena sub-sub budaya politik sudah terbentuk lebih dahulu sehingga lebih mewarnai jiwa masyarakatnya. Proses pematangan budaya politik Indonesia dapat di tempuh dengan berbagai cara. Salah satu cara adalah lewat kebijaksanaan-kebijaksanaan pemerintah. Secara teoritis budaya politik berfungsi menumbuhkan kesetiaaan dan pengakuan rakyat terhadap hak-hak negara, di samping mengarahkan menuju terciptanya konsensus normatif.

1 komentar: