Rabu, 16 Januari 2013

Wisma Atlet


Pengusutan Kasus Proyek Wisma Atlet di Palembang berawal dari ketidaksengajaan, pada bulan Maret 2011 ada sebuah kasus proyek pembangunan jalan tol tengah di Surabaya. Proyek pembangunan tersebut dibiayai oleh perusahaan konsorsium yaitu gabungan perusahaan yang terdiri dari PT. Jasa Marga, PT. DGI, PT. PP dan PT. Elnusa, menjadi satu perusahaan bernama PT. Margaraya Jalan Tol (MJT). KPK mendapatkan informasi bahwa ada permainan tender antara PT. DGI dengan pihak DPRD Kota Surabaya. Sejak itu KPK mulai memantau politisi di DPRD tersebut dan PT. DGI, saham perusahaan dibagi menjadi: PT.Jasa Marga 55 persen, PT DGI 20 persen, PT.PP 20 persen dan PT.Elnusa 5 persen. PT DGI yang ikut dalam proyek ini adalah perusahaan yang kini bermasalah dalam kasus pembangunan wisma Atlet. Namun tim Komisi Pemberantas Korupsi tidak menemukan bukti yang jelas terkait kasus jalan tol tersebut, malah tim tersebut menemukan bahan lain bahwa PT. DGI menjadi pemenang tender proyek Wisma Atlet Palembang untuk para peserta SEA Games 2011 yang diselenggarakan selama 12 hari di Jakarta dan Palembang tersebut. Di tengah penyelidikan, KPK menemukan bahwa pelolosan PT. DGI tersebut diduga tidak sehat  untuk melancarkan proyek tersebut dan dalam proses tender. Penyelidikan intensif pun dilangsungkan oleh KPK kepada PT. DGI dan DPRD. Diduga kuat ada praktik tidak sehat untuk melancarkan proyek tersebut dan dalam proses tender. Kebetulan salah satu pejabat KPK yakni Deputi Penindakan Ade Raharja mendapat informasi tersebut, apalagi beliau sebelumnya bertugas di kepolisian di Surabaya. Tidak aneh jika Nazaruddin, dalam pernyataannya menuduh Ade Raharja sengaja merekayasa kasus dirinya. Dari situlah KPK mulai fokus dan secara intensif mengawasi para Pejabat PT DGI, salah satunya Manajer Marketing M. EL Edris. Dan diketahui El Edris melakukan beberapa kontak dengan sejumlah penyelenggara Negara.
Pada sekitar Juni atau Juli 2010 mereka bertemu dengan Nazaruddin yang sudah lama dikenalnya, dalam pertemuan itu Idris dan Dudung menyampaikan keinginan PT DGI untuk bekerjasama dengan Nazaruddin. Mantan anggota Komisi III DPR itu langsung merespons niatan Idris dan Dudung, dia memanggil Mindo Rosalina Manulang manager Marketing PT Anak Negeri. Nazaruddin sendiri lalu bertemu dengan Sesmenpora Wafid Muharam dengan ditemani oleh anak buahnya Rosa, dalam pertemuan yang terjadi sekitar Agustus 2010 di sebuah rumah makan di belakang Hotel Century Senayan Nazaruddin meminta Wafid untuk dapat mengikutsertakan PT DGI dalam proyek yang ada di Kemenpora. Rosa pun menjalankan tugasnya sebagai pengawal PT DGI. Dia lalu memperkenalkan Dudung Purwadi dan Idris pada Wafid, perkenalan kedua petinggi PT DGI tersebut dengan Wafid dibungkus dalam sebuah pertemuan di ruang kerja Wafid. Dalam pertemuan itu, Dudung dan Idris lalu menyampaikan niatan mereka untuk berpartisipasi mengerjakan proyek pembangunan Wisma Atlet.
Tak lupa mereka memperkenalkan sosok PT DGI sebagai sebuah perusahaan kontraktor nasional, atas penyampaian tersebut Wafid Muharam menyanggupi dan akan mempertimbangkan PT DGI Tbk untuk mengerjakan proyek tersebut serta mengarahkan untuk mengurusnya ke daerah karena anggaran block grant dilaksanakan oleh daerah dalam hal ini Provinsi Sumatera Selatan.
Singkat cerita, setelah mengawal PT. DGI Tbk untuk dapat ikut serta dalam proyek pembangunan Wisma Atlet, Rosa dan Idris lalu sepakat bertemu beberapa kali lagi untuk membahas rencana pemberian success fee kepada pihak-pihak yang terkait dengan pekerjaan pembangunan Wisma Atlet dan Gedung Serbaguna Provinsi Sumatera Selatan tersebut, khususnya pihak-pihak yang sudah membantu PT DGI Tbk untuk dapat ikut serta dalam proyek tersebut. Salah satu pertemuan berlangsung di Plaza Senayan Jakarta. Dalam pertemuan itu, Idris lalu berinisiatif menawarkan fee (imbalan) sebesar 12 persen dari nilai kontrak kepada Nazaruddin jika PT DGI Tbk ditunjuk sebagai pelaksana proyek. Namun Nazaruddin keberatan dan meminta jatah fee lebih besar 3 persen dari yang ditawarkan Idris. Setelah melalui pembahasan alot, Idris, Nazaruddin dan Rosa sepakat besaran fee yang akan diberikan adalah sebesar 13 persen. Kesepakatan itu diketahui pula oleh Dudung Purwadi.
Pada Desember 2010, PT DGI Tbk pun akhirnya diumumkan sebagai pemenang lelang oleh panitia pengadaan proyek pembangunan Wisma Atlet dan Gedung Serbaguna Provinsi Sumatera Selatan. Merekalah yang akan mengerjakan proyek pembangunan Wisma Atlet di Palembang. Keputusan ini sendiri, merupakan hasil kesepakatan antara Idris, Dudung Purwadi, Rosa, Wafid, Nazaruddin, Rizal Abdullah dan panitia pengadaan. Pada 16 Desember 2010 PT DGI lalu mendapatkan kontrak mereka senilai Rp 191.672.000.000. Uang muka dari kontrak tersebut, senilai Rp 33.803.970.909 didapat PT DGI dua minggu kemudian. Sesuai dengan kesepakatan yang sudah terjalin, pada sekitar pertengahan Februari 2011, Idris pun menyerahkan cek senilai Rp 4,34 miliar kepada Nazaruddin. Penyerahan itu baru dilangsungkan setelah PT DGI mendapatkan uang muka proyek pembangunan Wisma Atlet dan Gedung Serbaguna.m Idris mengantarkan langsung empat lembar cek tersebut ke kantor PT Anak Negeri di Tower Permai grup. Namun cek diserahkan melalui Yulianis dan Oktarina Furi alias Rina yang merupakan staf keuangan Nazaruddin. Penyerahan uang dalam bentuk cek itu sendiri dilakukan dalam dua tahap. Penyerahan pertama dilakukan pada awal Februari 2011. Idris menyerahkan dua lembar cek BCA nomor AN 344079 dengan nilai Rp 1.065.000.000 dan satu lagi dengan nomor cek AN 344083 senilai Rp 1.105.000.000. Dua cek bernilai total 2.170.000.000 itu diterima oleh Yulianis. Tahap kedua diserahkan beberapa hari setelah penyerahan tahap pertama. Idris menyerahkan dua lembar cek BCA masing-masing dengan nomor cek AN 232166 bernilai Rp 1.120.000.000 dan AN 232170 dengan nilai cek sebesar 1.050.000.000. Dua lembar cek ini diterima oleh Oktarina Furi. Bahwa keseluruhan cek tersebut diberikan kepada Muhammad Nazaruddin selaku anggota DPR RI sebagai bagian dari komitmen pemberian 13 persen karena PT DGI Tbk berhasil menjadi pelaksana pekerjaan proyek pembangunan Wisma Atlet dan Gedung Serbaguna.
Nazaruddin ternyata mendapat jatah uang sebesar Rp4,34 miliar dalam bentuk empat lembar cek dari PT DGI yang diberikan oleh Idris, pemberian tersebut karena Nazaruddin selaku anggota DPR RI telah mengupayakan agar PT Duta Graha Indah Tbk menjadi pemenang yang mendapatkan proyek pembangunan wisma atlet dan Gedung Serbaguna Provinsi Sumatera Selatan. Idris yang mempunyai tugas mencari pekerjaan (proyek) untuk PT DGI bersama dengan Dudung Purwadi selaku Direktur Utama PT DGI.
Dalam sejumlah kesaksian di persidangan memang muncul beberapa nama yang diduga kecipratan aliran dana tersebut diantaranya politisi Demokrat Angelina Sondakh dan politisi PDI Perjuangan I Wayan Koster, meski Keduanya sudah membantah terlibat dan menerima uang, kesaksian anak buah M.Nazaruddin di persidangan selalu menyebut nama mereka. Nama Angelina memang kerap disebut-sebut oleh Nazaruddin. Anggota Badan Anggaran DPR itu makin tersudut ketika namanya semakin intens disebut dalam persidangan Nazaruddin. Terlebih sejumlah saksi yang merupakan mantan anak buah Nazar, yaitu Mindo Rosalina Manulang dan Yulianis, juga menguatkan tudingan Nazaruddin dengan membeber peran Angelina dalam kasus tersebut dan  disebut menerima Rp 5 miliar.
Setelah intensif melakukan monitoring dan pengawasan terkait dugaan suap yang merugikan Negara dan menjalarnya penyakit masyarakat yakni korupsi dan penggemblungan dana akhirnya membuahkan hasil. Setelah beberapa kali terkecoh terkait transksi suap karena batal dilakukan, akhirnya sampailah pada transaksi oleh PT DGI (El Edris dan Rosa) dengan Sesmenpora Wafid Muharam. Tanggal 20 April KPK mencatat ada komunikasi intens antar 2 pihak tersebut yaitu antara Manajer Marketing perusahaan bernama El Idris dan rekannya Mindo Rosalindo Manulang yang sedang bertransaksi dengan Sekretaris Menteri Pemuda dan Olahrga (Sesmenpora) Wafid Muharam. KPK pun mulai bergerak, dan kedua pihak tertangkap basah sedang bertransaksi. Saat penangkapan tidak terjadi insiden yang besar, Wafid panik dan kemudian menyebar uang dimana-mana. Bahkan cek dan beberapa uang sampai diberikan ke sopir dan ajudannya. adapula uang yang berserakan dilantai.


·         Tanggapan
Maraknya dugaan korupsi terhadap dana proyek yang dibiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), menandakan pengelolaan negeri ini semakin sakit parah. Butuh obat dosis tinggi untuk menyembuhkannya, atau paling tidak menekan penyebaran virusnya agar tidak terus menggerogoti lembaga penyelenggara negara.
Meski upaya ini cukup sulit lantaran korupsi sudah menjalar sampai ke daerah, tetapi publik perlu diyakinkan bahwa uang negara yang dikumpul dari rakyat melalui pajak dan berbagai penghasilan negara yang lain, bisa digunakan untuk membangun negeri ini. Mafia anggaran yang sebetulnya sudah lama terjadi, terungkap jelas sejak Nazaruddin bernyanyi. Mantan Bendahara Partai Demokrat itu menguak tabir mafia anggaran, sehingga butuh keberanian, integritas, dan profesionalitas yang tinggi untuk mengusutnya, karena pelakonnya bukan hanya dari kalangan legislatif, tetapi juga pengusaha dan eksekutif.
Kasus Wisma Atlet adalah kasus politik yang paling menyita perhatian masyarakat. Masalahnya KPK juga kesulitan mengusut kejadian tersebut. Disamping itu orang yang kini ditetapkan menjadi tersangka Muhammad Nazarudin, pernah pergi ke luar negeri dan tak kunjung mau pulang sebelum Anas Urbaningrum ketua umum partai demokrat juga diperiksa. Dari berbagai media Nazarudin menyatakan ketidaksediaannya untuk pulang ke Indonesia padahal saksi utama saat itu adalah Nazarudin. Saat pulang ke Indonesia pun Nazarudin dikawal dan dihadirkan sebagai saksi untuk tersangka lainnya. Kejadian Wisma Atlet merugikan keuangan negara dan mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap anggota dewan dan politisi yang terlibat dalam kasus ini.
Kini mulai ada titik terang meskipun belum semuanya dan masih berlanjut hingga saat ini. Persidangan pun juga masih berlangsung di Pengadilan Tipikor. Mudah-mudahan KPK bisa segera menyelesaikan kasus ini dan menemukan bukti-bukti yang meyakinkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar