1. Pengertian
Etika Profesi
Etika
profesi adalah bagian dari etika sosial, yaitu filsafat atau pemikiran kritis
rasional tentang kewajiban dan tanggung jawab manusia sebagia anggota umat
manusia (Magnis Suseno et.al., 1991 : 9). untuk melaksanakan profesi yang luhur
itu secara baik, dituntut moralitas yang tinggi dari pelakunya ( Magnis Suseno
et.al., 1991 : 75). Tiga ciri moralitas yang tinggi itu adalah :
§ Berani
berbuat dengan bertekad untuk bertindak sesuai dengan tuntutan profesi.
§ Sadar
akan kewajibannya, dan
§ Memiliki
idealisme yang tinggi.
2.
Pengetian Profesi Hukum
Profesi
hukum adalah profesi yang melekat pada dan dilaksanakan oleh aparatur hukum
dalam suatu pemerintahan suatu negara (C.S.T. Kansil, 2003 : 8). profesi hukum
dari aparatur hukum negara Republik Indonesia dewasa ini diatur dalam ketetapan
MPR II/MPR/1993 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara.
Pengemban profesi hukum harus bekerja secara profesional dan fungsional,
memiliki tingkat ketelitian, kehati-hatian, ketekunan. kritis, dan pengabdian
yang tinggin karena mereka bertanggung jawab kepada diri sendiri dan sesama
anggota masyarakat, bahkan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Pengemban profesi hukum
bekerja sesuai dengan kode etik profesinya, apabila terjadi penyimpangan atau
pelanggaran kode etik, mereka harus rela mempertanggungjawabkan akibatnya
sesuai dengan tuntutan kode etik. Biasanya dalam organisasi profesi, ada dewan
kehormatan yang akan mengoreksi pelanggaran kode etik.
3.
Nilai
Moral Profesi Hukum
Profesi
hukum merupakan salah satu profesi yang menuntut pemenuhan nilai moral dari
pengembannya. Nilai moral itu merupakan kekuatan yang mengarahkan dan mendasari
perbuatan luhur. Setiap profesional hukum dituntut agar memiliki nilai moral
yang kuat. Franz Magnis Suseno mengemukakan lima kriteria nilai moral yang kuat
yang mendasari kepribadian profesional hukum.
§ Kejujuran
Kejujuran adalah dasar utama. Tanpa kejujuran maka profesional
hukum mengingkari misi profesinya, sehingga akan menjadi munafik, licik dan
penuh tipu daya. Sikap yang terdapat dalam kejujuran yaitu :
a. Sikap
terbuka, berkenaan dengan pelayanan klien, kerelaan/keikhlasan melayani atau
secara cuma-cuma.
b. Sikap
wajar. Ini berkenaan dengan perbuatan yang tidak berlebihan, tidak otoriter,
tidak sok kuasa, tidak kasar, tidak menindas, tidak memeras.
§ Otentik
Otentik artinya menghayati dan menunjukan diri sesuai dengan
keasliannya, kepribadian yang sebenarnya. Otentiknya pribadi profesional hukum
antara lain :
a. tidak
menyalahgunakan wewenang;
b. tidak
melakukan perbuatan yang merendahkan martabat (malkukan perbuatan tercela;
c. mendahulukan
kepentingan klien;
d. berani
berinsiatif dan berbuat sendiri dengan bijaksana, tidak semata-mata menunggu
atasan;
e. tidak mengisolasi diri dari
pergaulan sosial.
§ Bertanggung
Jawab
Dalam menjalankan tugasnya, profesioal hukum wajib bertanggung
jawab, artinya :
a. kesediaan
melakukan dengan sebaik mungkin tugas apa saja yang termasuk lingkup profesinya;
b. bertindak
secara proporsional, tanpa membedakan perkara bayaran dan perkara cuma-cuma
(prodeo);
c. kesediaan
memberikan laporan pertanggungjawaban atas pelaksanaan kewajibannya.
§ Kemandirian
Moral
Kemandirian moral artinya tidak mudah terpengaruh atau tidak mudah
mengikuti pandangan moral yang terjadi di sekitarnya, melainkan memebetuk
penilaian dan mempunyai pendirian sendiri. mandiri secara moral berarti tidak
dapat dibeli oleh pendapat mayoritas, tidak terpengaruhi oleh pertimbangan
untung rugi (pamrih), penyesuaian diri dengan nilai kesusilaan dan agama.
§ Keberanian
Moral
Keberanian moral adalah kesetiaan terhadap suara hati nurani yang
menyatakan kesediaan untuk menanggung resiko konflik. Keberanian tersebut
antara lain :
a. menolak
segala bentuk korupsi, kolusi suap, pungli;
b. menolak
segala bentuk cara penyelesaian melalui jalan belakang yang tidak sah.
4. Teori Hukum Dalam Hubungannya Dengan
Etika
Salah satu teori hukum yang memiliki keterkaitan signifikan dengan
etika adalah "teori hukum sibernetika". Teori ini menurut Winner,
hukum itu merupakan pusat pengendalian komunikasi antar individu yang bertujuan
untuk mewujudkan keadilan. Hukum itu diciptakan oleh pemegang kekuasaan, yang
menurut premis yang mendahuluinya disebut sebagai central organ. Perwujudan
tujuan atau pengendalian itu dilakukan dengan cara mengendalikan perilaku
setiap individu, penghindaran sengketa atau dengan menerapkan sanksi-sanksi
hukum terhadap suatu sengketa.
Dengan cara demikian, setiap individu diharapakan berperilaku
sesuai dengan perintah, dan keadilan dapat terwujud. Teori ini menunjukan
tentang peran strategis pemegang kekuasaan yang memiliki kewenangan untuk
membuat (melahirkan) hukum. dari hukum yang berhasil disusun, diubah,
diperbaharui, atau diamandemen ini, lantas dikosentrasikan orientasinya unyuk
mengendalikan komunikasi antar individu dengan tujuan menegakan keadilan.
Melalui implementasi hukum dengan diikuti ketegasan sanksi-sanksinya,
diharapakan perilaku individu dapat dihindarkan dari sengketa, atau bagi
anggota masyarakat yang terlibat dalam sengketa, konflik atau pertikaian,
lantas dicarikan landasan pemecahannya dengan mengandalakan kekuatan hukum yang
berlaku.
5. Dampak Penegakan Dan Pelanggaran Etika
Penyair
Syauqi Beg Menyebutkan "sesungguhnya bangsa itu jaya selama mereka masih
mempunyai ahklak (moral) yang mulia, maka apabila ahklak mulianya telah hilang.
maka hancurlah bangsa itu". Manusia memang sering kali bersikap dan
berperilaku yang berlawanan dengan norma yang sudah dipelajari dan
dipahaminya. Norma moral memang sudah
banyak dipahami oleh kalangan komunitas terdidik (aparatur negara) ini, tetapi
mereka masih juga melihat pertimbangan kepentingan lain yang perlu, dan bahkan
harus didahulukan dengan cara mengalahkan berlakunya norma moral (akhlak).
contoh-contoh kasus yang merupakan dampak dari pelanggaran etika banyak di
jumpai masyarakat atau dalam perjalanan kehidupan bangsa ini. perilaku orang
kecil (kalangan miskin) yang melanggar norma moral sangat berbeda akibatnya
jika dibandingkan dengan perilaku pejabat atau aparatur negara. Kalau pejabat atau
aparatur negara yang melakukan penyimpangan moral, maka dampaknya bukan hanya
sangat terasa bagi keberlanjutan hidup bermasyarakat dan bernegara, tetapi
juaga terhadap citra institusi yang menjadi pengemban tegaknya moral.
Masyarakat tanpa akhlak mulia sama seperti masyarakat rimba dimana pengaruh dan
wibawa diraih dari keberhasilan menindas yang lemah, bukan dari komitmen
terhadap integritas akhlak dalam diri. manusia yang mengabaikan etika kehidupan
itulah yang membuat bumi ini sakit parah, menjadi korban keteraniayaan, atau
mengalami kerusakan berat. kerusakan ini tidak lagi membuat bumi menjadi damai,
bahkan sebaliknya menuntut tumbal yang mengerikan yang barangkali tidak
terbayangkan dalam pikiran manusia. Banyaknya kasus yang terjadi dan akibat yang
ditimbulkan lua biasa, maka ini menunjukan bahwa dampak dari pelanggaran etika
atau penyimapangan moral tidaklah main-main. pelanggaran moral telah terbukti
mengakibatkan problem serius di hampir seluruh aspek kehidupan masyarakat
khususnya di Indonesia. Kondisi masyarakat tampak demikian tidak berdaya,
menjauh dari hak kesejahteraan, hak keadilan, hak pendidikan yang berkualitas,
hak jaminan kesehatan dan keselamatan, adalah akibat pelanggaran moral yang
sangat kuat.
6.
Eksistensi
Etika Profesi Hukum
Pameo
"ubi societas ibi ius" (dimana ada masyarakat, disana ada hukum)
sebenarnya mengungkapkan bahwa hukum adalah suatu gejala sosial yang bersifat
universal. Dalam setiap masyarakat, mulai dari yang paling modern sampai pada
masyarakat yang primitif, terdapat gejala sosial yang disebut hukum, apapun
namanya. Bentuk dan wujudnya berbeda-beda, tergantung pada tingkat kemajemukan
dan peradapan masyarakat yang bersangkutan. Istilah-istilah yang bermunculan di
masyarakat pun tidak berbeda dengan apa dengan apa yang dialami dengan istilah
hukum, yakni seiring dengan perkembangan (dinamika) yang terjadi dalam realitas
kehidupan masyarakat. Di tengah masyarakat terdapat pelaku-pelaku sosial,
politik, budaya, agama, ekonomi, dan lainnya, yang bisa saja melahirkan istilah-istilah
atau makna varian sejalan dengan tarik menarik kepentingan. Perkembangan
istilah-istilah yang diadaptasikan dengan dinamika sosial budaya masyarakat
kerapkali menyulitkan kalangan ahli-ahli bahasa, terutama bila dikaitkan dengan
penggunaan bahasa yang dilakukan di lingkungan jurnalistik media cetak.
Perkembangan pers yang mengikuti target-target globalisasi informasi,
industrialisasi atau bisnis media, dan transformasi kultural, politik dan
ekonomi yang berlangsung cepat telah memberikan pengaruh yang cukup kuat
terhadap pertumbuhan dan pergeseran serta pengembangan makna, istilah, atau
kosakata. Misalnya kata profesi cukup gampang diangkat dan dipakai oleh
bermacam-macam pekerjaan, perbuatan, perilaku dan pengambilan keputusan. Kata
profesi mudah digunakan sebagai pembenaran terhadap aktifitas tertentu yang
dilakukan seseorang atau sekumpulan orang.
Kata
pekerjaan itu sebagai hak (right) secara yuridis juga dapat ditemukan dalam
pasal 38 Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 sebagai berikut :
a. Setiap
orang berhak, sesuai dengan bakat, kecakapan dan kemampuan, berhak atas
pekerjaan yang layak.
b. Setiap
orang berhak dengan bebas memilih pekerjaan yang disukainya dan berhak pula
atas syarat-syarat ketenagakerjaan.
c. Setiap
orang, baik pria maupun wanita yang melakukan pekerjaan yang sama, sebanding,
setara atau serupa, berhak atas upah serta syarat-syarat perjanjian kerja yang
sama.
d. Setiap
orang, baik pria maupun wanita, dalam melakukan kerja yang sepandan dengan
martabat kemanusiaan berhak atas upah yang adil sesuai dengan prestasinya dan
dapat menjamin kelangsungan kehidupan keluarganya.
Thomas Aquinas menyatakan, bahwa setiap wujud kerja mempunyai
empat tujuan sebagaimana berikut :
a. Dengan
bekerja, orang dapat memenuhi apa yang yang menjadi kebutuhan hidup
sehari-harinya
b. Dengan
adanya lapangan pekerjaan, maka pengangguran dapat dihapuskan/dicegah. Hal ini
juga berarti, dengan tidak adanya pengangguran, maka kemungkinan timbulnya
kejahatan (pelanggaran hukum) dapat dihindari pula.
c. Dengan
surplus hasil kerjanya, manusia juga dapat berbuat amal bagi sesamanya.
d. Dengan
kerja, orang dapat mengontrol atau mengendalikan gaya hidupnya.
Menurut Liliana Tedjosaputro, suatu lapangan kerja itu dapat
dikategorikan sebagai profesi diperlukan :
a. Pengetahuan
b. Penerapan
keahlian (competence of application)
c. Tanggung
jawab sosial (social responsibility)
d. self
control
e. pengakuan
oleh masyarakat (social sanction)
Profesi hukum memiliki tempat yang istimewa ditengah masyarakat,
apalagi jika dikaitkan dengan eksistensi konstitusional kenegaraan yang telah
mendeklarasikan diri sebagai negara hukum (rechstaat). Profesi hukum pun berangkat dari suatu proses, yang
kemudian melahirkan pelaku hukum yang andal. Penguasaan terhadap
perundang-undangan, hukum yang sedang berlaku dan diikuti dengan aspek
aplikatifnya menjadi substansi profesi hukum. Tanggung jawab seorang yang
profesional, menurut Wawan Setiawan, paling tidak harus bertanggung jawab
kepada :
a. Klien
dan masyarakat yang dilayaninya;
b. Sesama
profesi dan kelompok profesinya;
c. Pemerintah
dan negaranya.
7.
Fungsi
Kode Etik Profesi Hukum
Terjadinya
pelanggaran nilai moral dan nilai kebenaran karena kebutuhan ekonomi yang
terlalu berlebihan dibandingkan dengan kebutuhan psikis yang seharusnya
berbanding sama. Usaha penyelesaiannya adalah tidak lain harus kembali kepada
hakikat manusia dan untuk apa manusia itu hidup. hakikat manusia adalah mahkluk
yang menyadari bahwa yang benar, yang indah dan yang baik adalah keseimbangan
antara kebutuhan ekonomi dan kebutuhan psikis dan inilah yang menjadi tujuan
hidup manusia. Etika sangat diperlukan karena beberapa pertimbangan (alasan)
berikut :
a. Kita
hidup dalam masyarakat yang semakin pluralistik, juga dalam bidang moral,
sehingga kita bingung harus mengikuti moralitas yang mana.
b. Modernisasi
membawa perubahan besar dalam struktur kebutuhan dan nilai masyarakat yang
akibatnya menantang pandangan-pandangan moral tradisional.
c. Adanya
pelbagai ideologi yang menawarkan diri sebagai penuntun hidup yang
masing-masing dengan alasannya sendiri mengajarkan bagaimana manusia harus
hidup.
d. Etika
juga diperlukan oleh kaum beragama yang di satu pihak diperlukan untuk
menemukan dasar kemantapan dalam iman kepercayaan mereka, dilain pihak mau
berpastisipasi tanpa takut-takut dan dengan tidak menutup diri dalam semua
dimensi kehidupan masyarakat yang sedang berubah itu.
8.
Masalah-Masalah
Profesi Hukum
Dalam pembahasan
profesi hukum, Sumaryono (1995) menyebutkan lima masalah yang dihadapi sebagai
kendala yang cukup serius, yaitu :
a. Kualitas pengetahuan profesional hukum
Setiap
profesional hukum harus memiliki pengetahuan bidang hukum sebagai penentu bobot
kualitas pelayanan hukum secara profesional. Hal ini sudah menjadi tujuan
pendidikan tinggi bidang hukum. Menurut ketentuan pasal 1 Keputusan Mendikbud
No. 17/Kep/O/1992 tentang Kurikulum Nasional Bidang Hukum. Tujuan tersebut dapat dicapai tidak
hanya melalui program pendidikan tinggi hukum, melainkan juga berdasarkan
pengalaman setelah sarjana hukum bekerja menurut masing-masing profesi bidang
hukum dalam masyarakat.
Hukum
adalah norma yang mengatur segala aspek kehidupan masyarakat. Tugas utama
profesional hukm adalah mengartikan undang-undang secara cermat dan tepat. Di
samping itu, profesional hukum juga harus mampu membentuk undang-undang baru
sesuai dengan semangat dan rumusan tata hukum yang telah berlaku. Keahlian yang
diperlukan adalah kemampuan teoritis dan teknis yang berakar pada pengetahuan
yang mendalam tentang makna hukum, dan membuktikan kemampuan diri menanamkan
perasaan hukum dalam masyarakat sebagai bagian dari kebudayaan bangsa.
Profesional
hukum yang bertugas di bidang perundang-undangan berusaha agar undang-undang
yang dibuat itu tepat dan berguna. Pada kesempatan ini prinsip-prinsip etika
(ketaatan moral)digunakan sebagai ukuran hukum yang baik. Apabila pembentuk
undang-undang tidak dibekali dengan ketaatan moral, maka undang-undang
buatannya itu tidak lebih dari nasihat atau petunjuk belaka, tidak memiliki
kekuatan apa-apa. Dapatkah ketaatan moral itu dipaksakan dalam hukum?
jawabannya diketahui dari rumusan hukum positif. Ada dua macam rumusan hukum
positif, yaitu :
§ Hukum
Positif Deklaratif
Pernyataan rumusannya
menggambarkan ketentuan hukum kodrat, yang hanya memuat larangan. Ketaatan
moralnyaterdapat pada larangan. Tetapi ketaatan moral hukum positif terdapat
pada pemaksaan, yang mencantumkan sanksi keras jika dilanggar. Contoh adalah
larangan membunuh, jika larangan ini dilanggar, sanksi keras berupa hukuman
penjara atau hukuman mati.
§ Hukum
Positif Determinatif
Pernyataan rumusannya
menentukan cara berperilaku yang sesuai dengan hukum kodrat. Ketaatan moral
hukum kodrat terdapat pada perintah atau larangan berdasarkan baik buruknya
perbuatan. Tetapi ketaatan moral hukum positif terdapat pada penting tidaknya
maslah dan kehendak pembentuk undang-undang. Apabila masalah itu penting bagi
kesejahteraan umum (masyarakat), maka pembentuk undang-undang cenderung
memaksakan ketaatan secara ketat dengan ancaman sanksi kepada pelanggarnya.
Contohnya adalah cara melangsungkan perkawinan, cara berlalu lintas, cara membayar
pajak. dalam hal ini profesional hukum (pembuat undang-undang) dituntut
kemahirannya menganalisis masalah hukum dalam masyarakat dan peka terhadap
masalah keadilan.
b.Terjadi penyalahgunaan profesi hukum
Sumaryono
menyatakan, penyalahgunaan dapat terjadi karena persaingan individu profesional
hukum, atau karena tidak ada disiplin diri. dalam profesi hukum dapat dilihat
dua hal yang sering berkontradiksi satu sama lain, yaitu di satu sisi cita-cita
etika yang terlalu tinggi, dan di sisi lain praktek penggembalaan hukum yang
berada jauh di bawah cita-cita tersebut. Dalam hal ini tidak seorang
profesional hukum pun yang menginginkan perjalan kariernya terhambat karena
cita-cita profesi yang terlalu tinggi dan karenanya memberikan pelayanan yang
cenderung mementingkan diri sendiri. banyak profesional hukum menggunakan
status profesinya untuk menciptakan uang atau untuk maksud-maksud politik.
Penyalahgunaan
profesi hukum dapat juga terjadi karena desakan pihak klien yang menginginkan
perkaranya cepat selesai dan tentunua menang. Klien tidak segan-segan
menawarkan bayaran yang cukup menggiurkan baik kepada penasihat hukum atau pun
kepada hakim yang memeriksa perkara.
c. Kecenderungan profesi hukum menjadi
kegiatan bisnis
Yang
dimaksud kegiatan bisnis adalah kegiatan yang tujuan utamanya mencari
keuntungan yang sebanyak-banyaknya. Apabila kegiatan itu adalah kegiatan
profesi hukum, maka dikatakan profesi hukum itu kegiatan bisnis. Jadi, ukuran
untuk menyatakan profesi hukum itu kegiatan pelayanan bisnis atau kegiatan pelayanan
umum terletak pada tujuan utamanya.
Memang
diakui bahwa dari segi tujuannya, profesi hukum dibedakan antara profesi hukum
yang bergerak dibidang pelayanan bisnis dan profesi hukum yang bergerak di
bidang pelayanan umum. Profesi hukum pelayanan bisnis menjalankan pekerjaan
berdasarkan hubungan bisnis (komersial), imbalan yang diterima sudah ditentukan
menurut standar bisnis. Contohnya para konsultan yang menangani masalah
kontrak-kontrak dagang, paten, merek. Sedangkan profesi hukum pelayanan umum menjalankan
pekerjaan berdasarkan kepentingan umum baik dengan bayaran atau tanpa bayaran.
Contoh profesi hukum pelayana umum adalah pengadilan, notaris, LBH, kalaupun
ada bayaran, sifatnya biaya pekerjaan atau administrasi.
Sekarang
ini boleh dikatakan profesi hukum cenderung beralih kepada kegiatan bisnis
dengan tujuan utama: berapa yang harus dibayar, bukan apa yang harus
dikerjakan. Hal ini sudah menggejala merasuk segala jenis profesi hukum bidang
pelayanan umum, biaya pembuatan akta notaris mahal, biaya perkara di pengadilan
mahal, karena dibisniskan. Padahal tujuan diciptakannya undang-undang yang
mengatur kepentingan umum itu untuk menyejahterakan masyarakat, bukan
menyengsarakan masyarakat. Dengan demikian, jasa pelayanan umum yang diberikan
oleh profesional hukum berubah dari bersifat etis menjadi bersifat bisnis.
d. Penurunan kesadaran dan kepedulian
sosial
Kesadaran
dan kepedulian sosial merupakan kriteria pelayanan untuk profesional hukum.
Wujudnya adalah kepentingan masyarakat lebih di dahulukan daripada kepentingan
pribadi, pelayanan lebih diutamakan daripada pembayaran, nilai moral lebih
ditonjolkan daripada nilai ekonomi. Namun, gejala yang diamati sekarang
sepertinya lain dari apa yang seharusnya diemban oleh profesional hukum. Gajala
tersebut menunjukan mulai pudarnya keyakinan terhadap wibawa hukum.
e. Kontinuasi sistem yang sudah usang
Profesional
hukum adalah bagian dari sistem peradilan yang berperan membantu
menyebarluaskan sistem yang sudah dianggap ketinggalan zaman karena di dalamnya
terdapat banyak ketentuan penegakkan hukum yang tidak sesuai lagi. Padahal
profesional hukum melayani kepentingan masyarakat yang hidup dalam masyarakat
yang serba modern. Dahulu tidak dikenal bermacam ragam alat kontrasepsi yang
sekarang justru menjadi kebutuhan masyarakat pengikut program keluarga
berencana, tetapin tidak didukung oleh ketentuan hukum pidana tentang delik
kesusilaan yang sekarang masih berlaku. kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi
bidang komputer yang dapat menimbulkan kejahatan model baru, bidang kedokteran
yang menimbulkan obat-obat terlarang seperti ekstasi, pelaku-pelaku kejahatan
tersebut belum dapat dijangkau
oleh hukum pidana yang berlaku sekarang.
Sistem
penghukuman juga sudah usang karena tidak dapat menjangkau pelaku kejahatan,
kalaupun dapat di jangkau hukuman tidak sepandan dengan kejahatan yang
dilakukannya. Hal ini mengundang emosi masyarakat yang merasakan hukuman yang
tidak adil , tidak sebanding dengan kejahatan yang dilakukan.